Kamis, 27 November 2008

Latsitarda 29 Berakhir

Padang, 25/11 - Gubernur Sumatera Barat Gamawan Fauzi memberikan penghargaan kepada para taruna TNI, Polri, dan mahasiswa setelah mengikuti seluruh kegiatan Latihan Integrasi Taruna Wreda (Latsitarda) Nusantara ke-29, di Lapangan Imam Bonjol Padang, Selasa (25/11). Latsitarda resmi ditutup gubernur, diharapkan dapat membekali para calon pemimpin. (KPFP-IF)


Profesi yang Tersingkirkan?


Oleh Haswandi

Semua orang bilang kalau seseorang yang hobi atau menggantungkan hidupnya dengan kamera itu dibilang fotografer. Seorang juru kamera khusus pernikahan disebut juga fotografer. Fotografer amatiran juga masih dikatakan fotografer.

Di media cetak pun sering dikatakan seperti itu. Padahal tidak semua fotografer memiliki keahlian untuk menonjolkan news atau berita dalam bentuk berita foto. Lalu apakah nama yang cocok bagi seseorang yang bergelut di bidang foto untuk media cetak…?

Aku beranggapan, sebutan yang paling cocok bagi fotografer untuk media cetak adalah “pewarta foto”. Pewarta foto lebih memfokuskan ke berita melalui foto, yang tidak lazim dilakukan oleh fotografer amatiran atau fotografer sejenisnya. Nama inipun sebenarnya telah pernah digaungkan oleh sejumlah juru foto media cetak maupun media online tingkat nasional. Namun belum menggema ke masyarakat luas.

Apapun namanya, profesi fotografer atau pewarta foto masih tetap disingkirkan oleh berbagai kalangan. Kehadiran mereka seolah-olah kurang dihargai. Sebagai salahsatu contoh, fotografer amatiran selalu mendatangi setiap acara penting.

Fotografer ini malah sering berdebat dengan pembeli dengan alasan kemahalan. Apa yang mendasari harga foto itu mahal..? Memang proses pencetakannya boleh dibilang murah. Tapi apakah tidak lumrah kalau dijual diatas harga standar karena faktor momen, resiko kerugian dan faktor tenaga..? Mungkin momen penting ini cuma sekali dilakukan seumur hidup. Jadi bisa dikatakan, yang membuat mahal itu adalah momennya.

Contoh lain, sebagian besar liputan yang dilakukan wartawan dengan fotografer dari media cetak yang sama, pihak yang berkepentingan selalu mengutamakan wartawan ketimbang fotografer. Apakah ini pantas untuk dibeda-bedakan…?

Aku pernah bertanya ke banyak orang, mungkin jumlahnya telah mencapai ratusan. Setiap kali ditanya, apa yang dilihat pertama kali ketika memegang majalah, surat kabar atau media visual lainnya. Hampir seratus persen menjawab, yang pertama dilihat adalah nama media dan foto. Sementara berita, selalu menjadi urutan terbawah. Lalu kenapa dimata sejumlah orang, tukang fotonya malah jadi urutan terakhir…?

Apakah memang kualitas foto tidak seperti yang diinginkan…? Atau banyakkah yang tidak mengerti bagaimana membaca sebuah foto sehingga kurang memaknai sebuah foto…? Saya yakin, jawaban rekan-rekan semua pasti beragam. Semuanya memiliki penilaian dan pandangan yang berbeda. Yang jelas juru foto adalah pahlawan dokumentasi hingga akhir zaman.*